PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBINA KECERDASAN SPIRITUAL ANAK DALAM KELUARGA DI PEKON BABAKAN
KEC. PUGUNG KAB. TANGGAMUS
A. Latar Belakang Masalah
Firman Allah :
Artinya: Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasulnya(Muhammad)dan janganlah kamu mengkhinati amant-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui. Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar.(Q.S. Al-Anfal :27-28)[1]
Menurut Tafsir Al-Maraghy khianat yang dimaksud diatas adalah melakukan kekeliruan dan kegagalan, dengan kurangnya apa yang diharapkan dan dicita-citakan sipengkhianat. Sedangkan amanat adalah yang mana tiap-tiap hak materi maupun ma’nawi yang wajib kamu tunaikan kepada yang berhak menerimanya.[2]
Ayat di atas jelas bahwa anak merupakan amanat Allah SWT yang harus dipelihara dan dibina, hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan dibiarkan seperti dibiarkannya binatang, ia akan celaka dan binasa[3]. Anak merupakan bagian dari keluarga yang berhak mendapatkan pendidikan, Sedangkan memeliharanya dengan upaya pendidikan dan mengajarinya akhlak yang baik untuk menyelamatkannya di dunia dan akhirat adalah tugas semua anggota keluarga.
Dalam Al-Qur’an-al-Karim Surat at-Tahrim ayat : 6.
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (Q.S. AT-Tahrim :6)[4]
Dalam surat di atas jelas perintah terhadap orang tua untuk memelihara anak dan keluarga dari siksa api neraka yang apabila tugas itu tidak dikerjakan maka binasalah anak itu dan juga sebaliknya apabila dilaksanakan maka anak itu akan selamat dari siksanya api neraka. Dalam hal ini orang tualah yang memegang faktor kunci yang bisa menjadikan anak tumbuh dengan jiwa Islami sebagaimana
Sabda Rasulullah:
حَدِيْثُ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ الله عَنْهُ : اَنَّ النَّبِي صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةَ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْنَ فِيْهَا ِمْن جَدْعَاءِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a.dia berkata”Rasulullah SAW telah bersabda”Seorang anak dilahirkan dalam keadaan fitrah(suci bersih)kemudian orang tuanyalah yang akan membuatnya Yahudi, Nasrani, Majusi, sebagaiman hewan melahirkan anaknya (dengan sempurnakejasian anggotanya)apakah menganggap hidung, telinga dan anggota lainnya terpotong. (H.R. Bukhari dan Muslim)[5]
Dari hadis ini dapat dipahami, begitu pentingnya peran orang tua dalam membentuk kepribadian anak dimasa yang akan datang. Dalam Al-Qur’an al-Karim surat Luqman ayat 16.
Artinya: (Luqman berkata) ”Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya) sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Luqman : 16)[6]
Ayat diatas mengisyaratkan Orang tua agar memperhatikan anak dari segi Muraqabah Allah SWT yakni dengan menjadikan anak merasa bahwa Allah selamanya mendengar bisikan dan pembicaraannya, melihat setiap gerak-geriknya serta mengetahui apa yang dirahasiakan dan disembunyikan. Terutama masalah kecerdasan spiritual anak (SQ). SQ merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia.
Pada saat ini kita telah mengenal adanya tiga kecerdasan. Ketiga kecerdasan itu adalah kecerdasan otak (IQ), kecerdasan hati (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan-kecerdasan tersebut memiliki fungsi masing-masing yang kita butuhkan dalam hidup di dunia ini.
Dalam rangka mencapai pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi dan seimbang dengan terbinanya seluruh potensi manusia secara sempurna diharapkan ia dapat melaksanakan fungsi pengabdiannya sebagai khalifah di muka bumi. Untuk dapat melaksanakan pengabdian tersebut harus dibina seluruh potensi yang dimiliki yaitu potensi spiritual, kecerdasan, perasaan dan kepekaan. Potensi-potensi itu sesungguhnya merupakan kekayaan dalam diri manusia yang amat berharga.[7]
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang digunakan manusia untuk “berhubungan” dengan Allah”.
Sedangkan didalam kamus Psikologi spirtual yaitu yang berkaitan dengan roh, semangat atau jiwa religius. Spiritual yang berhubungan dengan agama, keimanan, kesholehan, menyangkut nilai-nilai transcendental yang bersifat mental sebagai lawan dari material, fisikal/jasmaniah. Jadi kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid serta berprinsip hanya karena Allah.[8]
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang digunakan manusia untuk “berhubungan” dengan Allah”.
Sedangkan menurut Ari Ginanjar Agustian,”kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik), serta berprinsip “hanya karena Allah”.[9]
Dari defenisi tersebut kita dapat mengetahui bahwa kecerdasan spiritual neghasilkan orang orang–orang yang spiritual(spiritual Beings)yang tidak saja tangguh dan cakap dalam ujian hidup, melainkan ia juga mampu memdungsikan hubungannya dengan Tuhan untuk meaih sukses dan kebahagian batin-spiritual yang bukan lagi terletak disisi luar (outside), melainkan justru disisi dalam (inside) yang dapat kita istilahkan dengan iman yang teguh sebagai wujud keyakinan dan kepercayaan yang kuat.
Oleh karna itu, dengan menempuh perjalanan menuju Allah SWT, merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh manusia agar bisa mengetahui subtansi dan hakikat manusia dan hal-hal yang berkaitan dengannya.[10]
Adapun ketiadaan kecerdasan ruh akan mengakibatkan hilangnya ketenangan bathin dan pada akhirnya akan mengakibatkan hilangnya kebahagiaan pada diri orang tersebut. Besarnya kecerdasan ruh lebih besar dari pada kecerdasan hati dan kecerdasan otak atau kecerdasan ruh cendrung meliputi kecerdasan hati dan kecerdasan otak.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa. Ia dapat membantu manusia menyembuhkan dan membangun dirinya secara utuh. Kecerdasan spiritual ini berada di bagian diri yang paling dalam yang berhubungan langsung dengan kearifan dan kesadaran yang dengannya manusia tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada tetapi manusia secara kreatif menemukan nilai-nilai yang baru. Setiap manusia pada prinsipnya membutuhkan kekuatan spiritual ini, karena kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mempertahankan/mengembangkan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan mencintai, menjalin hubungan dan penuh rasa percaya dengan sang penciptanya.
Kecerdasan spiritual ini sangat penting dalam kehidupan manusia, karena ia akan memberikan kemampuan kepada manusia untuk membedakan yang baik dengan yang buruk, memberi manusia rasa moral dan memberi manusia kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan aturan-aturan yang baru.
Peranan orang tua sangat berpengaruh sekali dalam mendidik anak-anaknya terutama sekali di dalam pendidikan agama Islam. Anak merupakan bahagian dari masyarakat yang dipundaknya terpikul beban pembangunan dimasa mendatang, dan juga sebagai generasi penerus dari yang tua-tua, maka dari itu orang tua harus lebih memperhatikan dan selalu membimbing dan mendidik dengan baik, sehingga tercapailah baginya kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, maka Allah mengingatkan kepada orang tua agar mempertahankan keturunannya agar keturunananya dapat menjadi orang yang berguna dan hidup sebagaiman fitrahnya.
Firman Allah :
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah. (Qs. An-Nisa : 9)[11]
Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan anak mereka dalam keadaan lemah. Lemah disini maksudnya adalah lemah dalam segala aspek kehidupan seperti lemah mental, psikis, pendidikan, ekonomi terutama lemah iman (spiritual). Anak yang lemah iman akan menjadi generasi tanpa kepribadian. Jadi semua orang tua harus memperhatikan semua aspek perkembangan anaknya baik itu dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan mental, maupun masalah aqidah atau keimanannya.
Berkaitan dengan persoalan diatas setelah penulis mengadakan pra survai di Pekon Babakan yang menjadi tempat penulis mengadakan penelitian dengan populasi penelitian penduduk ± 1056 orang dengan 208 kk.[12]
Bahwasannya masih banyak orang tua di Pekon Babakan belum secara maksimal melakukan pembinaan dan pengembangan potensi-potesi spiritual yang ada dalam diri anak hal ini karna keterbatasan pengetahuan mereka terhadap ilmu agama, dan dalam menjalankan amanah Allah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh penulis diatas. Salah satu bukti yaitu kurangnya dorongan orangtua dan rendah kemauan anak untuk belajar ilmu agama, melaksanakan sholat berjama’ah di hari jum’at dan pada saat sholat lima waktu dan hal ini terjadi karna kurangnya keteladanan dari orangtua itu sendiri tehadap anak-anaknya.[13]
Dan masih menurut pendapat, Hi. Jusri hendaknya orang tua menjadi suri tauladan bagi anak-anak nya, dan berlaku lemah-lembutlah kepada anak-anaknya, karena dengan berperilaku lemah-lembut sangat membantu dalam menanamkan kecerdasan spiritual pada anak sebab anak itu besarnya nanti ditentukan bagaimana cara-cara orang tua mendidiknya dan membesarkannya dan apabila hal ini dilakukan dengan sunguh-sungguh maka anak-anak itu akan menjadi anak sebagaimana fitrahnya dan menjadi anak yang kuat dalam segala hal.
Untuk memperkuat pribadi, meneguhkan hubungan, memperdalam rasa syukur kepada Allah atas nikmat dan perlindungan yang selalu kita terima, maka dirikanlah shalat, karena dengan shalat kita melatih lidah, hati, dan seluruh anggota badan untuk selalu ingat kepada Allah. Beranjak dari apa yang penulis paparkan di atas dapat dipahami bahwa upaya membina kecerdasan spiritual anak perlu mendapat perhatian yang serius dari para orang tua, yang berdasarkan kepada Al Qur’an dan Hadis. Berdasarkan hal tersebut mendorong penulis untuk membahasnya dengan judul :
“ PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBINA KECERDASAN SPIRITUAL ANAK DALAM KELUARGA DI PEKON BABAKAN KEC. PUGUNG KAB. TANGGAMUS”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka yang menjadi masalah pokok dalam skripsi ini adalah : “Sejauhmana peranan orang tua di Pekon Babakan Kec. Pugung Kab.Tanggamus dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga”.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kecerdasan spiritual anak serta cara pengembangan dalam keluarga menurut pendidikan Islam. Dari tujuan umum ini diperinci kepada beberapa tujuan khusus sebagai berikut:
- Mengetahui bagaimana peran orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga di Pekon Babakan Kec. Pagelaran Kab. Tanggamus ?
- Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi dalam pembinaan kecerdasan spiritual anak di Pekon Babakan Kec. Pugung Kab. Tanggamus?
Sedangkan kegunaan penelitian adalah:
- Sebagai pedoman bagi orang tua dalam membina kecerdasan spiritual kepada anak dalam keluarga sehingga para orang tua tahu hakikat spiritual, faktor yang menghambat pembinaan kecerdasan spiritual, dan cara menanamkan kecerdasan spiritual kepada anak.
- Untuk menambah wawasan penulis yang menekuni bidang Pendidikan Islam tentang psikologi.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat Deskriptif, sebab hanya menggambarkan kondisi yang ada dilapangan.
- Populasi dan Sample
a. Populasi
Populasi adalah Jumlah keseluruhan dari pada unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga.[14]
Dalam penelitian ini populasinya adalah masyarakat yang di Pekon Babakan dan dikhususkan kepada orang tua (KK) yang mana jumlahnya 208 kk.[15]
b. Sample
Sample adalah Sebagian dari populasi yang akan diteliti.[16]dan untuk menentukan banyaknya sample yang akan diambil” Objek yang kurang dari 100 lebih baik diambil semua, jika objeknya besar maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih sesuaai denga jumlah populasi yang diteliti.Berdasarkan keterangan tersebut maka penulis mengambil sample sebesar 20% dari seluruh populasi yang ada di Pekon Babakan yang berjumlah 208kk, yaitu 10/ 100 x 208=41,6 kk
Tabel I
Populasi dan Sample
Pekon Babakan Kec. Pugung Kab. Tanggamus
No | Dusun | KK | Sample 20% |
1 | 1(Jatisari) | 70 | 14 kk |
2 | 2(dua) | 96 | 19,2 kk |
3 | 3(tiga) | 42 | 8,4 kk |
Jumlah | 208 kk | 41,6 kk |
Sumber : Dokumen Pekon Babakan Kec. Pugung Kab. Tanggamus
Dengan memperhatikan tabel diatas bahwa sample di ambil hanya 41,6 sample penulis bulatkan menjadi 42 orang sebab angka yang ddibelakang koma apabila diatas lima bias dibulatkan menjadi satu.
- Metode Pengumpulan Data
a. Metode Observasi
Observasi adalah pemilihan, pengubahan, pencatatan dan pengkodean serangkaian prilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme in situ, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris.
Teknik Observasi untuk memperoleh data yang actual/segar dalam arti bahwa data diperoleh dari responden pada saat terjadinya tingkah laku.[17]
b. Metode Interview
Interview adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam.
Teknik Wawancara dapat dibedakan atas dua yaitu
a. Wawancara berstruktur yang murupakan teknik wawancara dimana pewawancara menggunakan daftar pertanyaan, atau daftar isian sebagai pedoman untuk mendapatkan informasi ketika wawancara.
b. Wawancara tidak berstruktur adalah merupakan teknik wawancara dimana pewawancara tidak menggunakan daftar pertanyaan atau daftar isian sebagai penuntun selama dalam proses wawancara untuk mendapatkan data.[18]
c. Metode Dokumentasi
Studi Dokumentasi adalah tekni pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subyek penelitian, namun melalui dokumen.
Dokumen yang digunakan untuk mendapatkan data diantaranya berupa buku harian, surat pribadi, laporan notulen rapat, catatan kasus da;lam pekerjaan social dan dokumen lainnya.[19]
d. Metode Kuesioner (Angket)
Kuesioner adalah Teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan dafatar pertanyaan untuk diisi oleh responden. Responden adalah orang yang memberikan tanggapan (respon) atas atau, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajuakan
Berdasarkan bentuk pertanyaan angket dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
a) Angket terbuka yaitu merupaka angket yang pertanyaannyamemeberika kebebasan kepada responden, untuk memerikan jawaban dan pendapatnya sesuai dengan keinginan mereka
b) Angket tertutup yaitu angket yang pertanyaannya maupun pernyataannya tidak memberikan kebebasan kepada responden, unutk memberikan jawaban dan pendapatnya sesuai dengan keinginan mereka
c) Angket semi terbuka yaitu merupakan angket yang pertanyaannya atau pernyataannya memberikan kebebasan kepada responden untuk memberikan jawaban dan pendapat menurut pilihan-pilihan jawaban yang telah disediakan.[20]
- Metode Analisa Data
Analisa data menurut Patton(1980:268) yang dikutip dalam buku moleong yang berjudul Metode Penelitian kualitatif adalah Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar.[21] Adapun pekerjaan analisis data dalam hal ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberikan kode, dan mengategorikan nya.
Sehubungan dengan uraian tentang analis diatas, uraian dalam bab ini selanjutnya akan dipersoalkan pokok-pokok sebagai berikut :
A. Pemrosesan satuan
Uraian tentang pemrosassan satuan ini terdiri atas :
1. Tipologi satuan
Satuan adalah satuan suatu latar sosial. Pada dasarnya satuan itu merupakan alat untuk mengahluskan pencatatan data.[22]
2. Penyusunan satuan
Satuan itu adalah bagian terkecil yang mengandung makna yang bulat dan dapat berdiri sendiri terlepas dari bagian yang lain.
Langkah pertama dalam pemrosesan satuan ialah analisis hendaknya membaca dan mempelajari secara teliti seluruh data yang sudah terkumpul. setelah itu diusahakan agar satuan-satuan itu diidentifikasi.[23]
B. Kategori
1. Fungsi dan Prinsif Kategorisasi
Kategorisasi berarti penyususnan kategori. Kategori tidaklain adalah salah satu tumpukan dari seperangkat tumpukan yang disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau kreteria tertentu.
2. Langkah-langkah kategorisasi
Metode yang digunakan kategorisasi didasarkan atas metode analisis komparatif, adapun langkah-langkah dalam kategorisasi yaitu :
a. Mengelompokan kartu-kartu yang telah dibuat kedalam bagian-bagian isi yang secara jelas dan berkaitan.
b. Merumuskan aturan yang menguraikan kawasan kategori dan yang akhirnya dapat digunakan untuk menetapkan inklusi setiap katu pada kategori dan juga sebagai dasar untuk pemeriksaan keabsahan data.
c. Menjaga agar setiap kategori yang telah disusun satu dengan yang lainnya mengikuti prinsif taat asas.[24]
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Pustaka Amani, Jakarta, 2007, cet-1.
Ahmad Mustafa al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Juz-8, CV. Toha Putra, Semarang, 1987, Cet-1.
Akhmat Muhaimin azzet, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Bagi Anak,
Kata Hati, Yogyakarta, 2010.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997.
Aliah B. Purwakaniah Hasan, Psikologi Perkembangan Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Arga, Jakarta, 2001, cet ke-1.
Asy-Syaikh Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Terjemahan Abdillah Obid dkk, Daarut-Tawzi’wan-Nasyril Islamiyyah, Kairo, 2003.
Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Rajawali, Jakarta, 2002.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Pena Pudi Aksara, Jakarta, 2006.
Lexy J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000
Mas Udik Abdullah, Meledakkan IESQ dengan Langkah Taqwa dan Tawakal, Zikrul Hakim, Jakarta, 2005.
M.Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya, Penerbit Galia Indonesia, Jakarta, 2002.
Pir Vilayat Inayat Khan, Membangkitkan Kesadaran Spritualitas, terjemahan Rahmain Astuti, Putaka Hidayah, Bandung, 2002.
Sa’id Hawwa, Pendidikan Spiritual, Diterjemahkan oleh Abdul Munip, M.Ag. Mitra Pustaka, Yogyakarta, Cet-1 th 2006.
Samsul Munir Amin, Menyiapkan masa depan anak secara islami Penerbit : Hamzah, Jakarta 2007
|
Shahih Bukhari dan Muslim, Penerbit: Jabal Bandung 2008 cet-1
Suharsono, Mencerdaskan Anak, Penerbit : Inisiasi Press, Jakarta 2002
Sukidi, Kecerdasan Spritual, Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.
Sayyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia dalam Alam; Jembatan Filosofis dan Religius Menuju Puncak Spritual, terjemahan oleh Ali Noer Zaman, IRCisoD, Yogyakarta, 2003.
Toto Tasmara, Kecerdasan Rohaniyah Transcendental Intelegensi,
Gema Insani Pers, Depok, 2001.
www. muthahhari.or.id/doc/artikel/sqanak.htm (tidak diterbitkan)
|
OUT LINE
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
PERSETUJUAN PEMBIMBING
HALAMAN PENGESAHAN
MOTTO
PERSEMBAHAN
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
B. Alasan Memilih Judul
C. Latar Belakang Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
F. Metode Penelitian
G.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Peran Orang Tua
1. Pengertian Orang Tua
2. Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak
B. Kecerdasan Spiritual
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual
2. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual
3.
|
Fungsi Kecerdasan Spiritual
C. Peranan Orang Tua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga
|
|
BAB III PENYAJIAN DATA LAPANGAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat Pekon Babakan
2. Luas wilayah dan Letak Geografis Pekon Babakan Kec. Pugung Kab. Tanggamus
3. Keadaan Penduduk Pekon Babakan Kac. Pugung Kab. Tanggamus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar